Kamis, 08 November 2012

Rumah Sewa #2

Foto by April Widyanto
Setelah beberapa bulan yang lalu mengalami hidup di rumah sewa bulanan / rumah kost yang kemudian kami tinggalkan karena istri yang sudah mendekati sembilan bulan usia kehamilan anak kami yang pertama dan pulang ke kampung halaman tanah kelahiranku, kami besarkan dia hingga menginjak usia yang kalau aku tidak salah kurang lebih 1 tahun.
Kami berniat untuk mencari ruma sewa lagi untuk mendekatkan diri dengan tempat kerja, tapi untuk kali ini yang kami cari adalah rumah utuh atau kontrakan bukan sepetak kamar, karena sekarang kami sudah tidak lagi hidup berdua melainkan bertiga dengan anak kami.


Dari awal kami berniat cari kontrakan untuk kami tempatin bertiga dan cari yg harga sewanya murah alias sesuai budget dompet, tapi setelah muter - muter dan bertanya kesana kemari tidak juga aku temukan rumah yang harga sewanya sesuai kemampuan finansial kami. Karena keterbatasan modal yang sangat minim, lagi - lagi kami harus rela memupuskan keinginan untuk hidup bertiga serumah dan akhirnya harus memilih untuk tinggal bersama dengan orang lain "tuan rumah" juga dalam satu rumah. Kekhawatiran akan adanya masalah dan ketidak cocokan di kemudian hari sudah kami pikirkan, tapi kami harus mengatasinya dengan pikiran yang positif dan tidak gegabah mengambil keputusan dan menyikapinya.
Akhirnya kami menempati sebuah rumah kontrakan di perumahan yang masih baru, waktu itu rumah yang ada penghuninya kalau saya tidak salah ingat jumlahnya hanya terdiri tidak lebih dari 10 rumah, tapi jaraknya juga jauh - jauh antara rumah yang satu dengan yang lainnya.

Beberapa bulan pertama kami menjalani ini dengan tenang dan senang layaknya keluarga harmonis, canda , tawa dan gurauan kami lakukan tanpa ada beban yang mengiringi. Kami dengan kegiatan dan kesibukan kami, begitu juga mereka juga dengan aktifitasnya.
Semua aktifitas kami lakukan bersama - sama, mulai menyapu , mengepel bahkan menguras dan membersihkan kamar mandi kami lakukan dengan sukarela tanpa ada paksaan. Dan dikemudian hari setelah lama menempati rumah kontrakan kami, suasana di lingkungan sekitar sudah mulai ramai dan banyak rumah berpenghuni, dan ada tetangga sebelah rumah yang begitu baik pada kami.
Setelah sekian lama hidup bersama dalam satu atap, mulailah ada rasa tidak nyaman dan masalah menghinggapi perasaan kami, mulai dari hal bersih - bersih rumah dan prilaku. Sebenarnya hanya hal sepele dan bisa di atasi dengan komunikasi dan duduk bersama, tapi itu tidak kami lakukan karena kami anggap kita sudah sama - sama dewasa dan takut ada yang tersinggung.

Untuk mengatasi perasaan tidak nyaman dan masalah ini, aku selalu bilang ke istri agar melakukan pekerjaan rumah atau apapun seperti biasanya aja dan ikhlas, tapi aku juga sadar kalau kami hanya manusia biasa yang juga bisa lost kontrol kesabaran kami.
Kalau aku sih tidak pernah memikirkan hal ini karena aku setiap pagi sampai sore hari selalu tidak ada dirumah untuk pergi bekerja, tapi istri dan anakku lah yang aku pikirkan, mereka setiap hari ada dirumah dan selalu menghadapi keadaan yang sama setiap harinya dan selalu begitu, begitu lagi .......... tanpa ada pengertian dari mereka.
Mungkin istriku dan terkadang aku sendiri butuh teman curhat untuk mengatasi kegelisahan hati kami, akhirnya kamipun sering curhat ke tetangga sebelah yang sudah kami anggap keluarga, begitupun dia juga menganggap kami keluarganya. Karena kebaikannyalah selama ini, kami tidak sedikitpun apa yang kami curhatkan ke dia punya niatan untuk membagi aib atau fitnah, niatan kami hanya ingin curhat dan cari solusi agar masalah kami cepat selesai. Dia selalu menyarankan kami untuk pindah kontrakan aja dan itu sebenarnya sudah terpikirkan oleh kami, akan tetapi karena tabungan yang kami punya minim dan sisa kontrakan kami juga masih lama akhirnya kami pertahankan saja tinggal di rumah ini. Sambil menuggu kontrakan habis, mengumpulkan uang dan mencari kontrakan baru yang harganya pas di kantong, kami lakukan hari - hari seperti biasa dan tidak apa - apa.

Hingga suatu hari istriku bilang ke aku kalau mereka mendiamkannya tanpa sebab yang kami ketahui, aku hanya bisa bilang ke istriku " mungkin mereka lagi ada masalah dan tidak tidak ingin berbagi senyum atau tegur sapa ". Tapi hal itu kami rasakan sampai lebih dari dua hari, dan akhirnya aku suruh istriku untuk menanyakan apa permasalahan yang sebenarnya hingga tidak mau bicara dan tegur sapa ke kami.
Dengan rasa takut dan deg - degan dan sedikit paksaan agar semuanya jelas dan clear, akhirnya dia nekat bertanya apakah kami punya salah dan meminta maaf jika seandainya kami bersalah. Dari percakapan itu dia mendapatkan jawaban kalau sebenarnya tidak ada masalah sama kami dan mereka lagi ada masalah keluarga " katanya ".
Sejak itu kami tidak lagi berpikiran negatif dan mulai hidup rukun serta saling bertegur sapa seperti hari - hari sebelumnya, meski tanpa perubahan yang banyak tapi kami sudah bersyukur karena bisa hidup rukun kembali.

Baca kelanjutan cerita ini di postingan selanjutnya, OK !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tulis Komentar Anda but No Pornografi, No SARA, No Spam, No Alkohol, No Smoking, No RASIS.
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda & Keep Smile !!! :)